Minggu, 28 Desember 2008

Inklusi dan Hak atas Pendidikan: Sebuah Studi Kasus dari Bandung, Jawa Barat

Dalam beberapa abad lalu anak-anak penyandang cacat di Indonesia harus mengikuti sekolah luar biasa. Jika mereka memang dididik terpisah dari kawan sebaya yang tidak cacat sering terpaksa harus tinggal di asrama jauh dari keluarga dan teman. Sejak Pendidikan Inklusif diperkenalkan di Indonesia beberapa tahun lalu, ada upaya dan peningkatan substansial dibuat di banyak propinsi.

Upaya Jawa Barat

Di Jawa Barat pendidikan inklusif dimulai dengan Diskusi Meja Bundar dengan stakeholders kunci dan pembentukan Tim Kerja untuk Inklusi tahun 2002. Tim terdiri dari anggota dari Pusat Sumber Bandung, Universitas Pendidikan Indonesia [UPI], Kantor Dinas Pendidikan Jabar dan LSM. Direktorat Pendidikan Luar Biasa dan Braillo Norway mendukung perkembangan Tim Kerja untuk inklusi. Seorang anak perempuan bernama Fiersa (baik Fiersa dan orangtuanya telah mengizinkan kami menggunakan namanya) adalah anak penyandang cacat pertama (tunanetra) yang ikut serta dalam program tersebut. “Tunas Harapan” sebuah SD Negeri berlokasi di suatu kecamatan di Bandung adalah yang pertama yang mengikuti program inklusi di tahun 2002. Walaupun SDN Tunas Harapan dianggap oleh masyarakat dan otoritas pendidikan sebagai salah satu sekolah terbaik di Bandung kepala sekolahnya menerima masuknya seorang anak cacat di sekolahnya - pada waktu itu kebanyakan kepala sekolah lain tidak akan melakukan yang sama. Fiersa dulunya siswa di sekolah luar biasa untuk tunanetra yang tertua di Indonesia, SLBN-A Pajajaran di Bandung. Dia belajar dari kelas 1 sampai 3 di SLB sebelum kemudian ditransfer ke sekolah reguler.

Kepala Sekolah, Guru dan Dukungan Stakeholder lainnya

Dukungan dari kepala sekolah dan guru memastikan bahwa SDN Tunas Harapan menjadi sekolah dasar pertama di Jawa Barat yang sepenuhnya menerima anak penyandang cacat, belajar bersama dengan anak-anak lain dengan setara, berdampingan. Tim Kerja Jabar untuk Inklusi mengelola kegiatan pra-inklusi di SDN Tunas Harapan dan dua sekolah uji coba lainnya; lokakarya untuk orangtua, kepala sekolah, guru, perencana pendidikan dan stakeholder pendidikan lainnya. Training untuk guru SLB tersebut juga diadakan agar mereka memahami apa peran mereka sebagai guru sumber kunjung.

Kegiatan-kegiatan ini diakhiri dengan evaluasi dan monitoring selama 10 hari. Semua kegiatan didukung oleh DitPLB / Braillo Norway, UNESCO, PERTUNI, dan Dinas Pendidikan Jawa Barat, Bandung, Dinas Pendidikan Kabupaten serta Kantor Pendidikan Kecamatan Cijerah.

Dante Rigmalia menjadi guru kelas Fiersa yang pertama di SDN Tunas Harapan. Dia ikut serta dalam semua kegiatan yang diorganisir oleh Tim Kerja Jawa Barat untuk Inklusi. Hampir dua tahun Dante mengajar dan memotivasi semua siswa di kelas untuk bekerja dan belajar bersama. Dengan sikap positif dia mampu meningkatkan partisipasi SEMUA anak di kelas. Fiersa telah didorong oleh gurunya untuk meraih prestasi yang baik. Selain Dante, satu guru sumber kunjung dari Pusat Sumber Bandung datang ke SDN Tunas Harapan secara rutin untuk memastikan bahwa Fiersa menerima dukungan yang dia butuhkan, termasuk buku dan bahan Braille, reglet, training orientasi dan mobilitas, dll. Ibu Fiersa adalah pendukung yang paling kuat, mengadvokasi Fiersa untuk memperoleh layanan dan dukungan yang tepat dari SDN Tunas Harapan dan Pusat Sumber di Bandung. Ketika Fiersa tidak menerima bantuan yang dia perlukan dia orang pertama yang meyakini, bahkan mendorong keras SDN Tunas Harapan dan Pusat Sumber Bandung untuk memberikan bantuan seperti janji mereka. Fiersa mengatakan, “Saya benar-benar senang belajar, bernyanyi dan berkomunikasi dengan siswa lain di sekolah reguler. Saya ingin tidak hanya saya saja belajar di sekolah reguler, tapi juga anak-anak tunanetra lainnya.”

Situasi Fiersa Sekarang

Ketika Fiersa berhasil lulus ujian sekolah dasarnya di pertengahan tahun 2005 dia harus lulus dua tes tambahan: “Tes Pendidikan Berkualitas” dan “Tes Standar Kabupaten”. Tes-tes ini wajib untuk semua siswa yang akan melanjutkan pendidikan mereka ke SLTP dan SLTA di Bandung dan Cimahi. Fiersa lulus tes nya dan sekarang belajar di sebuah SLTP di Bandung.